Sekiranya ada awan di balik hujan, maka
izinkan aku menyibak tetesanya dan ku gantungkan pelangi di kedua bola matamu.
Senja itu
akan ku tunggu !
Bukan
berharap !
Sekiranya
langitku yang tak teduh, maka bintang dan bulan biarlah menepi.
Ya,"
aku harus menunggu pagi". Menceritakan tentang hari ini kepadanya, bahwa
aku pernah menyusun hari untukmu.
Tidak, aku
tidak sakit. Cuma membiarkan saja angin meniup sisa-sisa luka ini.
Seperti
cita-cita di langit tinggi, kita harus menggapainya. Jatuh sekali atau dua itu
biasa.
Tapi tidak
harus kali ini, sebab perahu sudah menunggu untuk mengarungi bahtera
selanjutnya.
Yang jadi
tanya itu, apakah engkau bersedia mengaruhinya bersamaku ?
Aku butuh
satu kepastian, tidak dua atau tiga. "saya rasa jawaban itu seharusnya
tidak ! "
Sampai detik ini ! kita masih menyimpan rindu
yang entah bertuju pada siapa ?
Kau tidak
perlu peduli, aku bukan pengemis !
Kau tidak
harus tahu, perih ini cukup sederhana kok !
Kau boleh
menyimpan dendam itu, sayang aku tak butuh masalalumu. Yang penting esok atau
lusa biarkan saja.
Biarkan aku
yang merendanya "tangan dan jemariku masih sanggup mengisi ruas-ruas
tanganmu".
Sekarang beginilah ; kau tutup saja senja di
muara itu, berikan sedikit warna ungu, atau tetaskan merah di gelinangannya.
Tapi jangan beri warna biru, sebab aku tak mau merindu lagi.
Tidak, saya
bukan memaksa anda ikut bercerita, hanya melihat saja. Yah lihat saja saya di
kejauhan, sebab di sana kami tak seperti kamu. Di sana tangan akan menyambutmu
dan suguhan jujur siap menela'ah bisumu. Apakah kau mulai mengerti ?
Sepanjang kali lebar ini akan bertanya ke
padamu, mereka akan meleburkan ini dan menjadikan kenangan di lautan sana. Ya,
semua mereka hanya pura-pura tidak tahu saja, sebab mereka tahu aku akan marah
jika ditertawakan. Kamu tahu ?
Bukan, ini tak ada sangkutan dengan kemarin,
ini bingkisan biasa "isinya hanya tisyu, beberapa lembar kertas dan pena,
sayang penghapus saya tak sediakan. di situ juga ada amplop putih"
kesedian itu masih bersih tanpa coretan. Ya, sekarang silahkan tulis permintaan
dan anggapan mu tentang apa saja disana, terserah itu apa, ya silahkan tulis
saja ! kami tidak akan mengusik atau mendikte pemikiranmu. Jangan lupa tulis
alamatmu, sebab pos sekarang lama sampainya, lagian alamat palsupun akan di antar.
Setelah itu selesai, berikan saja pada
siapaun yang lewat nanti, mereka tahu jalan ke kantor pos terdekat. Kamu duduk
manis saja disana, aku ?
aku tidak
kemana-kemana, aku ada di alamat yang kau terakan diamplop tadi.
Nah, setelah
lepas permintaan dan anggapanmu itu, kau ambil amplop merah muda yang ada di
bawah taplak mejamu, iya itu !
Sebelum kau
baca, ambillah tissyu itu. Dari aku ? Bukan, itu bukan aku yang menulis, hanya
isinya saja ada hidupku. Jika kau merasa tak sanggup, kau boleh membacakannya
pada pelayan cafe itu, tidak. Bosnya takkan marah !
Nah, sekarang kita sama-sama mengerti. Aku
memaklumi senyummu, aku menyimpan tatapanmu. Tatapan itu masih utuh, liahat
saja pagi nanti, apabila burung bernyanyi dan kupu-kupu sibuk di taman, berarti
itulah tatapanmu untuku. Aku ?
Tak ada yang
istimewa dariku, untukmu juga tak ada yang spesial dari jemariku. Aku sama
seperti yang lain !
Kepunyaanku
kan kau telah sita !
Iya,
hari-hariku, pikiranku dan semua kamuflase ini.
Itu bukan kemauanku, bukan juga jalan pikiran
ini. Itu adalah gerak hati kecilku, aku membiarkannya mekar dan tumbuh lama.
Yang lain ?
Maaf, saya
tak bersedia mengusik pintu itu, ruangan itu milikmu, tanpa kau minta ia sudah
terisi begitu saja.
Ya, senja itu aku, aku yang melukisnya.
Tenang saja, aku tak menaruh apa-apa padamu.
Hanya ingin kau melihatnya, setelah hujan reda lihatlah !
Sekiranya
kaki langit memberi warna untukmu, berarti aku turut berhagia juga. Atau kau
merasa jemu menantinya, aku juga pasti resah menurunkanya, sebab terkadang
pelangi itu berat untuk di keluarkan.
Tersenyumlah
sekali lagi, biarkan saja air di matamu larut dengan nyanyian senja ini. Iya,
lepaskanlah berat pundakmu. Ini kali ku izinkan kau bersandar sekali saja !
Bukanya tak mau, saya yakin pangeranmu sebentar lagi turun setelah senja ini.
Jadi berdiri dan bergegaslah segera. Aku janganlah kau pikirkan, itu biasa kok.
Seandainya tidurmu tak nyenyak, jangan
salahkan aku ya !
Aku mampir
karena sesuatu hal, aku juga yakin kau mengerti. Jawaban itu takkan kuminta
kok. Simpan saja untuk cerita selanjutnya.
Kan sudah
jelas, aku tak mau mereferensinya lagi. Kalau tak puas, balas saja amplop itu,
lalu titipkan ke muara di dekatmu, mudah-mudahan lambat laun sampai juga
padaku.
Kelak jika kita sudah merenda hidup, akan
kukenalkan engkau pada anak dan istriku. Pastilah, akan kuceritakan tentang ini
pada mereka. "Dulu ayah pernah berlayar di sebalik pulau sana nak, seorang
putri yang teramat baik mengajarkan ayah tentang kesabaran melaut, ia tahu
persis cuaca di langit ayah, tapi jangan bilang ibu ya ! Putri duyung itu pasti
senang bertemu denganmu"
Kau jangan menangis, kita punya surat
masing-masing dari Tuhan. Jika ada namaku di suratmu, perjelaslah. Sebab di
suratku namau terlalu banyak, sampai bosan kadang tinta itu menulisnya, sampai
aku lupa bagaimana cara menulis namamu disini. Jika namaku hanya sekadarku bias
senja, hapus sajalah !
Aku tak mau meminta, mengharap dan memujamu.
Karena tak pantas rasanya menenggelamkan aku terlalu dalam. wajar saja ! Bidadari
sepertimu barang tentulah bersanding dengan pangeran yang sempurna, bukan aku
yang jauh dari penilain sebenarnya. Bukan merendah, tapi memang kenyataannya
seorang aku pantasnya bersanding dengan manusia biasa saja.
Walau bagaimanapun itu, aku harus bangun dan
tersenyum, sebab aku sadar telah lancang memasuki istanamu. Coba kau tak buka
gerbang itu, barang pastilah jalan ke rumah aku tahu. Tapi mengapa coba ?
Aku patut bersyukur telah mengenalmu,
berbincang dan bertukar cerita. Biarlah cerita ini terbungkus rapi di khasanah
sederhana dadaku. Kalau kau berkesan itu wajar. Seorang pejantan lahir sebagai
pemburu, dan sang betina adalah buruan. Betinapun sebenarnya lebih senang
berburu, tapi sayang naluri itu ada padaku. Memburumu aku tak punya kekuatan lebih
untuk mengatakan "aku sayang padamu", maka tak ada kata yang lebih
pantas untuk menungkapkan kata itu selain dari tersenyum dan membalikkan
cermin, agar kau tak melihata air juga menetes di pipiku.
Memang aku yang berdosa, aku terlalu jauh
bermimpi sampai akhirnya bertemu denganmu. Bagaimana bisa melupakan, kau itu
menyatu dan menyalin ragaku, hendak melupakan berarti merusak ragaku. Maka
kubiarkanlah ia tumbuh dan berkembang. Bagiku itulah kekuatan sampai saat ini,
sampai aku bisa menulis dan menyampaikannya pada semua jendela ini.
Aku telah
terjaga, maka aku berani menyampaikan ini !
#Elang
Hitam,
Untuk yang
terkasih (M_Z)
kira-kira ;
15.00-17.00 wib, 15-10-12 / Tapsu ! (-14/01)