Sudah ku kira ada lempengan logam ditangannya, berputar linglung diangka-angka biasa. Waktu lupa menyisipkan kapan kejadiannya. Maka inilah bagian bidadari itu, manusia bumi berjenis kelamin perempuan yang masih rajin bernafas saban waktu. Diperkirakan dia lari dari sorga karena diculik sepasang manusia bumi disaat malam penganten. Kedua pasang manusia itu ayah dan ibunya, mereka telah merencanakan insiden ini. Entah berapa usianya jika menetap disurga, yang jelas dia lebih jelas mengenai hal ini. Saat penculikan berlangsung, kedua manusia itu diam-diam masuk kamar dan bertengkar hebat secara bisik-bisik. Kalau mereka tidak hati-hati, maka keduanya akan dideportasi langsung ke bumi. Ternyata di kamar itu keduanya telah membobol pintu sorga yang dikawal ketat malaikat ridwan. Kedua manusia itu memasuki jalur aman dari penghulu yang menyalami mereka dengan mahar yang akupun tidak pengen tahu, kurasa kamu juga seperti itu, karena memang seperti itu. Setelah keduanya sampai kebumi, berceceran keringat tanda letihnya jalanan surga yang masih becek dan berkerikil, sebab para ustad sudah jarang gotong royong dikamarnya, semenjak pindah hunian oleh ustad dari bali menuju pakistan.
Bidadari itu kini ada di bulan desember, pada hitungan gerimis tahun kesekian. Dia diberi nama mawar oleh manusia bumi asli bukan pitekantropus erektus. Sejauh ini manusia itu adalah sang bohemian yang dikutuk eros oleh tangan zeus di athena. Katanya dia menemukan sarang elang dari bayu sang pengembara. Bedebah.
Kata temanku dia itu ada tanda-tanda yang asing dari manusia seperti di bumi, sesekali terlihat sayap sepintas di belakang pundaknya ; berwarna putih seperti bulu-bulu angsa yang lembut dan gemulai, sinar-sinar disisnya memecah pandangan lalu lintas, sehingga saban hari ada saja korban kecelakaan bukan karena dia, kau tahu? Sama aku juga begitu, tidak tahu. Yang jelas bukan karena sayapnya begitu menarik untuk dibawa kembali kesurga. Dapat kami simpulkan, sayapnya didaur ulang oleh teman-temannya di langit yang sesekali muncul ketika pelangi di sore hari. Pertumbuhan sayapnya terhambat karena masa kunjungan belum diregistrasi oleh panitia pengawas pintu kubur. Konon katanya, bidadari itu akan kembali ke surga setelah keluar dari pintu kubur. Ini sejenis dongeng empuk rasa strowbery dan sedikit keju bercampur nanas yang jarang sekali ditemukan, ya begitulah, mau tidak mau anda memang harus setuju, karena bila tidak dia akan marah dan menelan kita bulat-bulat tanpa investigasi ataupun wawancar terlebih dahulu. Mungkin.
Mawar itu jellek sekali, mukanya merah, tangannya meleleh. Banyak orang ketakutan melihat rupanya. Sebab itu bukan mawar, tapi zombi kiriman dari israel. Mawar aslinya ada di lembah mandala wangi, disamping penjual sayur dekat pedagang yang bernama wak ujang. Nah, mawar itu tumbuh sekitar tujuh ribu kaki dari permukaan kejauhan yang dihitung suka-suka. Bidadari itu mirip hantu kalau dia mau, tapi tetap saja dia itu cantik dimata orang-orang, kami sebut itu orang yang suka gila dan gila memang suka dia. Entah siapa dia, yang jelas dia itu ada dimana-mana, dia mana? Dimana sajalah, yang jelas dia itu bukan aku, kamu, kita mereka dan kami keculai memang ditunjuk pakai jari telunjuk oleh seseorang yang tidak tahu namanya. Kau tahu namanya? Namanya mawar. Ah, bukan, dia itu siluman air, bukan, dia itu setan, bukan. Dia itu mahluk, bisa jadi. Mahluk istmewa karena hanya itu saja yang saat ini tepat mengatakan, jalur sitinjau lauik memang tidak pernah menurun kecuali berlawanan, maka menurunlah.
Hujan, kosan bocor, hujan, penampung ember, mangkok, penanak nasi. Ini bukan cara meresep mie gelas sesuai aturan dan takaran pabrik, bukan takaran suka-suka lagi, kecuali kalau digabung sampai penuh dan penuh. Dia mengatakan banyak hal di balik jasadnya.
Kini si manusia bedebah telah akan sedang menemui sedikit, banyak ataupun keseluruhan bangkai badannya sendiri yang belum mati saat diketahui dia sedang bercermin melihat, menatap, mengintip bagian wajahnya yang mulai memuda mendekati usia rahasia kematian, itu diketahui ketika dia masih sedang dan telah sering bernafas sesuai aturan gerak bangkai badannya.
Sampai pada suatu waktu entah kapan itu, kabar burungpun digantikan kabar ikan, kabarnya rasa ikan paus sedikit asin kalu dilebihkan garam. Percaya?
Yang jelas sebagian warga mesir kurang tahu keberadaan kancing baju kemejanya, bukanmarena perang, tapi karena memang kami juga tidak perlu tahu untuk ini.
Simanusia bedebah itu sudah lupa kapan kali pertama mengetik abjad untuknya. Karena operator GSM-nya tidak memberikan layanan kuota melimpah untuk pesan video di youtube8.
Elang Hitam
Kembara pada jingga sering bergelut rata, sedang bebas itu tak bertuju. Maka ia lebih memilih untuk setia pada langit, terbanglah sang kembara. Terbang bersama patahan nikmat yang tak setara langit dan bumi. Urai mata itu lemah, jatuhlah serendah kau sujud pada awan.
Kamis, 30 Januari 2014
Bila Saatnya Tiba Arang menjadi Abu
Apa lagi yang kau sisakan diperapian ini? Lain dari epigram cerita lunyah.
Apa lagi yang hendak dipusarakan liang ini? Lain dari tulang yang menyisa.
Apa lagi yang akan mencatur di dada? Lain dari bongkah mirah.
Kita kehabisan kosa kata membingkai sara. Berlari-lari antara tembok bukit dan berteriak di lembah mandala wangi. "Masih adakah rasa?"
Kau tawar, hambar dan tidak nikmat. Kau mengacungkan diri pada lahar panas. Setiap ruang telah habis kumaki, sendiri.
Kita saling merampas kenangan-sampai pada waktunya aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk melupakan gambar sepertimu, begitu juga kamu. Pada satu hakikat kau menjadi arang dan aku adalah abunya. Sebelum aku menjadi kamu, sebelum kamu pergi aku telah sirna.
Apa jadinya jika ini terjadi pada mu setelah dibungkus kain.
Banyak hal yang tertunda kepala; tentang kemanusiaan dan manusia hakiki. Tentang Joker atau As kriting.
Apa lagi yang hendak dipusarakan liang ini? Lain dari tulang yang menyisa.
Apa lagi yang akan mencatur di dada? Lain dari bongkah mirah.
Kita kehabisan kosa kata membingkai sara. Berlari-lari antara tembok bukit dan berteriak di lembah mandala wangi. "Masih adakah rasa?"
Kau tawar, hambar dan tidak nikmat. Kau mengacungkan diri pada lahar panas. Setiap ruang telah habis kumaki, sendiri.
Kita saling merampas kenangan-sampai pada waktunya aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk melupakan gambar sepertimu, begitu juga kamu. Pada satu hakikat kau menjadi arang dan aku adalah abunya. Sebelum aku menjadi kamu, sebelum kamu pergi aku telah sirna.
Apa jadinya jika ini terjadi pada mu setelah dibungkus kain.
Banyak hal yang tertunda kepala; tentang kemanusiaan dan manusia hakiki. Tentang Joker atau As kriting.
Selasa, 29 Oktober 2013
RENDEZVOUS ; Je t’aime, Je t’adore - hyakinthinos
Apa lagi yang tersisa dari kenangan, selain ingatan yang membabi buta. Penawaran waktu berunjung semu dan tiada kutemui bayang seperti ini.
Ada yang terslip pada bilah bibirmu, ada yang terbesit di dua bola matamu.
Apakah aku tengah kepayang?
Ada yang terslip pada bilah bibirmu, ada yang terbesit di dua bola matamu.
Apakah aku tengah kepayang?
Senin, 28 Oktober 2013
Malu Aku Berbudaya
Semasa kecil kami asyik bermain gundu dan layangan, dengan nyanyi senada di pematang sawah. Disore harinya dengan bola pelastik ditendang kegawang. Ini semua tertawa tanpa android dan game online.
Setelah kami dewasa, tak ada lagi mereka dipematang. Dilihat sikecil asyik bermain tab sebesar diktat di kaki tangan. Mereka merunduk membaca pesan tak ber-abjad. Kami kehilangan sendal pagi harinya dan malam tak berkain sarung. Ibu kehilangan selendang untuk memasak rendang, bapak lupa bertegur tetangga untuk jamuan sunatan sikecil.
Suatu itu tak lagi digenggam, masa membawa waktu dimana kami senang mandi di kali atau sungai kecil. Aku tidak bercerita tentang yang terenggut zaman, aku iba pada perahu kertas tak lagi hanyut di tepi bandar.
Harusnya belajar talempong atau rabab malah nada keras seperti petir dan badai. Ini yang dipatik gelombang, dibawa angin belas muara “jadilah tejo dan surti”
Suatu ketika seorang teman terkekeh melihat temannya menghembus saluang, bunyinya jadi loyo saat metalica digandrungi. Ini kali tuhan salah alamat dalam perbedaan untuk kesatuan, tapi tuhan siapa?
Malu aku berbudaya khatulistiwa saat dasi melekat di dahi para dewan.
Ketika kami rindu tembang lama, kami merunduk, karena pesta 17 asyik dengan pakaian setengah belum terjahit. Kadang mata kaki lupa bagaimana langkah pasambahan atau tarian cincin di kaki.
Sesuatu itu lebih memabukkan lagi, saat langit nusantara seok rubuh berduyun-duyun. Surau lupa bertempat nagari, mesjid bingung diantara adzan berikutnya, dan mereka asyik tidak mengisi perhelatan Tuhan.
Dunia ini membuat kami terpana, sesuatu itu jadi kebiasaan harkat; bila tak diiring tinggal maki caci kebaratan, bila diiring tentu nenek marah karena rumah gadang tak bisa dijadikan bar atau diskotik, barang tentu itu tidak elegan.
Mereka muda lupa budaya, sedang lambang bukan pemberian Tuhan
Mereka muda tak pandai menyulam tikar, kerana rumah milik disk jockey. Mungkin kami pernah ikut tapi pulang karena malu ingat rabab dilegalisir mereka.
Mereka muda hanyut modernisasi, para pejuang enggan bercerita.
Tasasak putiang ka hulu Di bawah kiliaran taji Aso mulo rundiang dahulu Tigo limbago nan tajali
Partamo sambah manyambah, kaduo baso jo basi, katigo siriah jo pinang. Sambah manyambah dalam adaik, tali batali undang-undang, tasabuik bamuluik manih, muluik manih talempong kato, baso baiak gulo dibibia, pandai batimbang baso-basi, pandai bamain ereng gendeng, di dalam adaik nan bapakai, banamo adaik sopan santun.
Partamo sambah manyambah, kaduo baso jo basi, katigo siriah jo pinang. Sambah manyambah dalam adaik, tali batali undang-undang, tasabuik bamuluik manih, muluik manih talempong kato, baso baiak gulo dibibia, pandai batimbang baso-basi, pandai bamain ereng gendeng, di dalam adaik nan bapakai, banamo adaik sopan santun.
Malu aku berbudaya, nilai itu hanya deklamasi yang ditanggalkan, lalu kami pulang dan tidak menemukan tambo.
Sengaja kami tidak bercengkrama, musabab kebenaran lama bukan mumfakat, lantas mereka gagap berpantun sedang kami bukan pantun.
Mestinya ini transliterasi waktu, segala itu dibarukan, terganti kolaborasi karsa. Dan kita kehilangan nilai luhur.
Mestinya ini transliterasi waktu, segala itu dibarukan, terganti kolaborasi karsa. Dan kita kehilangan nilai luhur.
Kami muda malu berbudaya, merundukkan topi di tepian pantai. Seraya genre aneh bising bertalu-talu bunyinya.
Sesuatu itu lenyap, sesuatu itu melekat dan sirna pada waktu yang tepat, seperti masa dimana pangulu batagak rumah.
Ada dinding yang tidak mesti terhalang, ada ruang yang tak harus berbenah. Ini seperti dilematisir kehidupan lebih dihiperbolakan. Boleh tidak dituliskan seperti apa bayang? Meski bukan keharusan, tetap disampaikan pada kelayakan semestinya. Seperti; cahaya digantungkan di atas guna menerangi sekelilingnya, alas dibentangkan ditelapak, mukena digaunkan aurat, jilbab menutup kebinasaan dan mata ditaruh diantara hidung beserta dahi. Lalu mengapa harus orang lain yang dapat menggambar kebiasaan kita? Sedang perlengkapan indera dicipta untuk kesyukuran milik diri. Bak wajah tak harus bersolek dan cermin mendustakan bayang kiri berbalik kanan. Pernah tidak kau mempertanyakan budaya, dia hadir karena apa?
Budaya itu hanya kita yang tahu, budaya itu kamu yang menciptakan, sedang orang tidakakan tahu sumbernya. Samahalnya saat kau mengorbankan kebudayaanmu demi budaya orang lain yang menurutmu dapat membuatmu lebih bereksistensi, sedang mereka tidak mengerti kita merasakan kesia-siaan dan kau pun menyesalkan talempong terbuang percuma. Baiknya jujurlah pada tradisimu, katakan jika memang layak. Sebab apa pun itu bukanlah kemustahilan, jika kau berani membebaskan dirimu untuk lepas dari belenggu aturan maka kau akan merasakan apa yang membuatmu menjadi lebih berbudaya. Mungkin bagi dunia kita bukanlah segalanya, tapi jadikanlah dirimu menjadi segalanya bagi sesama, bukan seseorang yang menjadikan itu dunia kita. Tapi, sungguh benar keadilan diataruh pada tempat yang bijak.
Hingga pada akhirnya kita lupa mana yang budaya dan mana yang budak budaya.
Karya : Elang, 06 Oktober 2013
Sabtu, 04 Mei 2013
Elang Hitam: Dilangit Tergambar Wajahmu
Elang Hitam: Dilangit Tergambar Wajahmu: sabtu, 10 oktober 2009-tetanda ; _aku ...
Dilangit Tergambar Wajahmu
sabtu, 10 oktober 2009-tetanda ; _aku
Dari seribu rangkaian bintang
di ufuk timur ku tutup mata, kupalingkan segundukan naskah cinta yang belum
siap akhirnya, pada ratusan drama karmapala. Jauh sebelum pagi menenangkan, aku
terpaku menjemput sederetan warna pada keresahanmu, dia nafas yang ditiupkan angin
di sudut waktuku, memenjarakan aku sendiri di sujud terakhirku, menjelang pagi
menutup cerita dimalam hari, ketika suara kukuruyuk ayam bising bersahutan, aku
tengah rebah lama.
Sebelum jauh diakhirkan hitam, aku
menghitung senja setelah kepergian bulan disekian pengenanganmu. Kau tahu tidak
?
jutaan kalimatku buntu menyebut
namamu, puluhan abzad di jantunku berhenti berdedak menulis kisahmu. Ah, aku
takkan begitu saja pasrah menyusun stanza di bait kusam wajah cantikmu, aku
mulai menyadari, jauh sebelum mereka tahu, Tuhan menggariskan pertemuan untuku
padamu, sampai akhirnya cerita semusimku gugur hancur tanpa nama dari sejuta malam nirmala.
Tak seperti biasa, mata dari matamu
menjelma nyata dihadapku, menya’irkan nyanyian merdu, dingin, menyejukkan ku
lama sekali.
Andai saja dia tahu, hari-hariku
terang mengingatnya, tak satu darahpun yang bergejolak mengenalmu, aku tenang, begitu
hangat mendekap bayang-bayangmu. Sepertinya aku mulai kaku sekali, sampai huruf
dari kalimat di hatiku bingung mengeja sambungan ceritaku. Jujur aku tak begitu
mahir merajuk benang merah untukmu, hanya karna jantunku yang keras bersikuku
menyebut namamu.
Sekian jam lalu aku terhenti melafazkan
sya’ir namamu, sebab aku tak tahu harus merangakai apa lagi untukmu, seketika
bisu isyarat bibirku kelu. Biarlah diantara mereka linglung menafsiakan aku di
pojok jendela tua tak bertrali besi itu.
Tak lebih dari ratusan kali kufikirkan, aku
ada ditiap hitungan nafasmu, hanya saja kau tak begitu menyadarinya, aku ada,
selalu ada untukmu, bukan hanya sa’at ini, tapi selamanya, sampai pisah nanti.
Aku tak menakutkan apapun kali ini’ karna yang kutahu aku mencitaimu utuh dari
tujuh lapis diding di hatiku.
Jujur aku bukan siapa-siapa
untukmu, hanya seutas nama yang bisa kau garis kapanpun kau mau.
Ini bukan romeo, bukan para pencari
cinta yang menikam jantungmu, aku hadir karna aku butuh luka di dada kering
sejenak saja, dan tak lebih.
Tak ada yang tahu kapan skenario dusta
ini akan putus habis jadwalnya. Dan sampai sa’at ini saja senjapun begitu terik
untuk kita nikmati bersama, Semestinya tak begitu sulit seperti ini jadinya,
karna tak satupun cahaya yang mampu menghidupkanku.
Sesa’at kemudian kau datang
mengisi hari-hari ku, siang, malam, sehari, seminggu, sebulan dan tak teras
lebih aku bersamamu, bersama setengah hati yang terkubur lama pada kebenaran
yang sesungguhnya, aku telah jatuh lama
sekali dalam tatapan pertama kujumpai drimu. Sampai akhirnya aku menyerah pada kalimat
cinta yang membabi buta aku pada sekian hawa diluar sana.
Ma’af jika ini kejujuran, dan aku
tak mengenal apa-apa selain tahajud aku sujud syukur, hatiku telah dibukakan
olehmu.
Mungkin ini terasa asing buatmu,
mengenali frase dari dalam air mataku,tergambar rasa yang cukup sulit kau
sentuh maknanya.
semua itu karna apa ?, hanya
karna aku cukup lemah untuk kau tahlukkan.
Hari-hari berikutnya, aku tengah
kandas menatap tutur lembut tingkahmu, kesadaran kembali menyapaku, dan aku tahu,
kau tak pernah tercipta untukku. Hanya langit ditempatku melukis indah gambarmu
lama sekali, sangat lama, dan cukup sakit untuk kumengerti.
Sepertinya, Aku tak begitu lama lagi
menahan amarah dilautan lepas sana, Karna cukup bagiku putih diatas sana ditutup
malam, Karna cemburu mu. Jauh sebelum dalam ini kisah, tak ada yang tahu kalau
dikau kuraut tajam pada layangan yangkan ku terbangkan jauh, putus pada
bianglala diatas sana. Entah berapa nama lagi yang mati untuk mu gadisku, tak
seribu, tapi lebih dan satu diantaranya adalah ibu yang ku banggakan,telah lama
dindaku ! itu berulang pada tidur ku,
menyambung-nyambung tangis dari perihnya pertemuan untuk nya.
Tak lama selepas bersamaku, kala
senyum meyalin pada lilin-lilinku ; padam,hitam dan setegahnya kelam. Jujur ini
kali air dimuara ku telah kering dan kaupun hilang di paruh baya ku kelak.
Ku harap Tuhan mendengar ejaan
bathinku yang tengah kelu menenti kehadiran seorang sinta yang tiada binal
hatinya, berkecukupan mengecup hidup penuh makna, ku harap. (kuharap itu engkau)
Setiap kali ku papah biakkan luka yang
melahirkan dusta, agar kelak ada yang mengerti, kalau-kalau rasa ku telah mati
sesaat menyentuh tangan dibawah tanganmu. Kali berikutnya kau telah jauh, melukiskan
tempat di hatiku dan kupupus bayang-bayang mu. Sampai pada waktunya aku
menjemput bintang pada satu harapan, kelak ku bangun surga pada mu.
Jumat, 03 Mei 2013
Apakah itu tandanya (Kebenaran Cinta)
Aku
memandang nyalang manusia lalu lalang, kulihat, tanpa sedikitpun segan, mereka
menggamitkan jemari tangan. Kata cinta mengoar ke angkasa, menghanyutkan
gemawan mega. Mengaburkan keindahan bintang gemintang, panji dan agungnya
bentara. Namun disini, berdiri aku dalam keraguan
Tak
mengerti dan terus bertanya :
Apakah
setangkup cinta lebih manis ketimbang sececap cita?
Dan
apakah bahagia terwujud harus dengan dimiliki?
Dan
apakah seorang pangeran hanya dapat menjadi raja, pabila mempersandingkan
permaisuri disisinya?
Dan
tanya itu menggiringku masuk ke dalam labirin tua.
Lorong
pekat penuh lembap yang dindingnya berkeropeng dusta, penuh tipu daya, tiap
simpangnya meyesatkan pengelan.
Aku
ikuti setitik cahaya, dan kulihat jawab di ujungnya
Aku
bertanya lantang, “Wahai, apakah itu cinta?”
Kulihat
sepasang muda-mudi bergelayutan mesra, sang gadis tertawa mengikik, sang pemuda
menggeliat laknat
Sahutnya,
cinta adalah hari ini
Yang
tergantikan segera oleh hari esok
Dia
adalah kesenangan yang berkelindan selalu, birahi yang terpuaskan, nikmat yang
berseliweran
Aku
tercenung, terus termenung
Jika
cinta adalah pesta pora, lalu apa arti cerita Majnun
Cinta
baginya adalah kisaran derita
Tetapi
Majnun hanya tahu itu cinta, walau dia buta oh, betapa takdir cintanya berakhir
nestapa
Aku
berpaling dari mereka yang mencemooh nakal
Lalu
aku pergi menuju ujung lain lorong teka-teki, ku ikuti suara-suara merdu, tawa
dan musik syahdu
Walau
gelap pekat, suara itu menuntunku pasti
Dan
akhirnya kulihat panggung megah berdiri kokoh
Dipenuhi
penyair dan pujangga sepanjang masa
Dadaku
serasa bergolak, aku menyeruak dan berteriak, “Wahai apakah itu cinta?”
Seorang
pujangga menoleh, berdiri dan menjawab panggilanku lalu mulai bersyair, cinta
adalah roman tanpa batas inspirasi yang takkan mati;Api yang takkan padam
Yang
geloranya membuatmu remuk redam
Tapi,
bagai kecanduan, kau akan terus menyesapnya membuatmu merasa terbang menuju
mentari yang menyala perkasa
Sekali
lagi, keraguan menyelinap dan membisik
Mestikah
begitu?, sebab kulihat nyala sangat redup menyambangi jalinan pernikahan yang
suci
Gairah
sejoli telah berakhir, tapi tidak memupus ikatannya
Tapi
mereka masih menyebutnya CINTA
Walau
madunya telah habis, sang kumbang masih hinggap di atas kembang
Aku
melongos tak puas, dan bejalan tak tahu kemana
Kususri
lorong berliku, begitu panjang jalanan, terjal undakan
Dan
pada satu tangganya, kulihat seorang pengemis renta mengharap derma
Dia
berkata, “Berikanlah milikmu yang terbaik, dan kusampaikan kebijaksanaanku”
Aku
sebenarnya tak ingin percaya, tapi kakiku terlalu letih mencari jawab ku ulurkan
sebonkah batu mirah sembari bertanya, “Wahai, apakah itu cinta?”
Si
pengemis diam dalam takzim dan menjawab, Cinta adalah penghamba tanpa bertanya,
ketaatan tanpa memerlukan jawaban kau memuja, dan menjadikan dirimu budak
dengan sukarela
Kata-kata
cinta adalah perintah yang tidak terbantah.
Aku
terpekur dan tak henti berpikir
Jika
cinta merupakaan penghambaan, lalu apa arti cinta ILAHI ?
Dia
yang menurnkan hujan, dan lebih agung dari apapun juga
Dia
yang memberikan rezeki kepada oarang paling durjana sekalipun
Dia
yang mencintai makhluk-Nya dan tak memerlukan apapun dari makhluk-Nya
Aku
merasa rugi atas permata yang terbuang percuma
Ini
bukanlah kebijaksanaan; melainkan kedunguan!
Cinta
si pengemis selamanya menjadikan dirinya pengemis yang mengiba, meminta dan
mengharap sejumput kasih
Jika
ini dinamakan cinta!
Aku
muak atas pencarian ini, lalu memutuskan keluar,
Labirin
tua tak lagi mengurungku.
Dan
bau laut seakan memanggilku
Ini
adalah kebebasan yang menarik para pemberani dan seperti cerita lama, aku
berlayar menuju samudera berombak (sendiri)
Angin
kencang membantu lajuku, dan kapalku menuju horison di tapal batas
Mencari
dunia baru untuk ditahlukkan
Di
ujung dek aku berteriak penuh kegembiraan
Walau
kegembiraan itu kadang dibayar oleh rasa hampa di tengah lautan
Oh,
tahun-tahun berselang; musim-musim berganti datang-waktu-penuh-kenangan yang
berkandung suka dan duka.
Namun,
pada suatu hari yang mengejutkan
Badai
datang menenggelamkan apa yang tersisa
Aku
lihat puing-puing yang karam dan onggokan
Sementara
aku hanyut ditemani tonkang yang terombang-ambing, entah mengantarkanku ke mana
Disuatu
tempat, saat aku membuka mata, aku rasai pasir lembut yang harum baunya dan
riak ombak bermain-main di sekujur tubuhku
Apakah
ini tanah orang-oarang mati, ataukah aku masih hidup?
Oh,
betapa hausnya aku, seteguk air akan mengobatiku
Dan,
aku lihat sesosok datang mendekat
Sorot
matanya menatapku lekat lalu menuangkan seteguk air pada bibirku yang
kekeringan sangat
Pandanganku
terasa kabur dan dunia terasa berputar begitu cepat
Aku
berharap dia adalah malaikat tak bersayap yang memberikan jawab
Aku
merasa sebentar lagi maut menjemput, jadi tak ada salahnya bertanya, toh rasa
malu akan terbawa lalu.
Setelah
sekian lama, sekali lagi aku bertanya,”Wahai, apakah itu cinta?”
Dia
termangu, dan hanya tersenyum untuk menenangkan jiwaku yang sekarat, dia
menatapku lembut dan kata-kata bagai menetes dari mulutnya
Kata-kata
serasa merdu yang manisnya teringat selalu , Jawabnya : Cinta bukanlah benda
untuk dimiliki, tetapi tindakan untuk diperjuangkan
Cinta
adalah kebaikan tanpa imbalan
Pernahkah
mentari bertanya padamu atas sinarnya yang terang
Dan
pernahkah pepohonan meminta jawaban atas keteduhannya
Jika
kau memberikan segelas air pada orang asing dan dia tidak behutang padamu
apapun
Itulah
cinta.
Bagaikan
petani, aku menanam benihnya
Lalu
orang lain memakan buahnya, menghilangkan rasa laparnya
Tetapi
ingatlah, cinta adalah pilihan hatimu
Bukan
keterpaksaan dari rasa takut
Sebab
cinta tidak pernah membuatmu merasa kehilangan
Dia
terus membuat hatimu merasa kaya
Namu,
sungguh dunia telah tercerai berai, dan manusia menjadi tersesat oleh makna
cinta
Tergelincir
keserakahan, cinta menjadi memabukkan untuk memiliki, bukanya memberikan
Untuk
menguasai, bukannya mengasihi
Jika
cinta tinggallah nafsu diri belaka
Yang
tersisa hanyalah kerusakan semata
Tidak
peduli sesama; Semuanya mengagungkan diri jua
Orang
menamakannya cinta; tapi itu hanyalah dusta
Hari
itu, aku tahu
Bahwa
perjalanku bukannya berakhir
Tetapi
baru saja dimulai, lalu aku mengatup mata, mulai mendoa untuk satu pilihan kata
di hati
(**********) ! Amin.
S8,
23/05/2012-14;12
Elang Hitam.
Langganan:
Postingan (Atom)