Sabtu, 04 Mei 2013

Dilangit Tergambar Wajahmu



                                                 

                              sabtu, 10 oktober 2009-tetanda ; _aku


         Dari seribu rangkaian bintang di ufuk timur ku tutup mata, kupalingkan segundukan naskah cinta yang belum siap akhirnya, pada ratusan drama karmapala. Jauh sebelum pagi menenangkan, aku terpaku menjemput sederetan warna pada keresahanmu, dia nafas yang ditiupkan angin di sudut waktuku, memenjarakan aku sendiri di sujud terakhirku, menjelang pagi menutup cerita dimalam hari, ketika suara kukuruyuk ayam bising bersahutan, aku tengah rebah lama.
        
         Sebelum jauh diakhirkan hitam, aku menghitung senja setelah kepergian bulan disekian pengenanganmu. Kau tahu tidak ?
jutaan kalimatku buntu menyebut namamu, puluhan abzad di jantunku berhenti berdedak menulis kisahmu. Ah, aku takkan begitu saja pasrah menyusun stanza di bait kusam wajah cantikmu, aku mulai menyadari, jauh sebelum mereka tahu, Tuhan menggariskan pertemuan untuku padamu, sampai akhirnya cerita semusimku gugur hancur  tanpa nama dari sejuta malam nirmala.

         Tak seperti biasa, mata dari matamu menjelma nyata dihadapku, menya’irkan nyanyian merdu, dingin, menyejukkan ku lama sekali.
Andai saja dia tahu, hari-hariku terang mengingatnya, tak satu darahpun yang bergejolak mengenalmu, aku tenang, begitu hangat mendekap bayang-bayangmu. Sepertinya aku mulai kaku sekali, sampai huruf dari kalimat di hatiku bingung mengeja sambungan ceritaku. Jujur aku tak begitu mahir merajuk benang merah untukmu, hanya karna jantunku yang keras bersikuku menyebut namamu.
        
         Sekian jam lalu aku terhenti melafazkan sya’ir namamu, sebab aku tak tahu harus merangakai apa lagi untukmu, seketika bisu isyarat bibirku kelu. Biarlah diantara mereka linglung menafsiakan aku di pojok jendela tua tak bertrali besi itu.
       
          Tak lebih dari ratusan kali kufikirkan, aku ada ditiap hitungan nafasmu, hanya saja kau tak begitu menyadarinya, aku ada, selalu ada untukmu, bukan hanya sa’at ini, tapi selamanya, sampai pisah nanti. Aku tak menakutkan apapun kali ini’ karna yang kutahu aku mencitaimu utuh dari tujuh lapis diding di hatiku.
Jujur aku bukan siapa-siapa untukmu, hanya seutas nama yang bisa kau garis kapanpun kau mau.
         Ini bukan romeo, bukan para pencari cinta yang menikam jantungmu, aku hadir karna aku butuh luka di dada kering sejenak saja, dan tak lebih.

         Tak ada yang tahu kapan skenario dusta ini akan putus habis jadwalnya. Dan sampai sa’at ini saja senjapun begitu terik untuk kita nikmati bersama, Semestinya tak begitu sulit seperti ini jadinya, karna tak satupun cahaya yang mampu menghidupkanku.
Sesa’at kemudian kau datang mengisi hari-hari ku, siang, malam, sehari, seminggu, sebulan dan tak teras lebih aku bersamamu, bersama setengah hati yang terkubur lama pada kebenaran yang sesungguhnya,  aku telah jatuh lama sekali dalam tatapan pertama kujumpai drimu. Sampai akhirnya aku menyerah pada kalimat cinta yang membabi buta aku pada sekian hawa diluar sana.
Ma’af jika ini kejujuran, dan aku tak mengenal apa-apa selain tahajud aku sujud syukur, hatiku telah dibukakan olehmu.
         Mungkin ini terasa asing buatmu, mengenali frase dari dalam air mataku,tergambar rasa yang cukup sulit kau sentuh maknanya.
semua itu karna apa ?, hanya karna aku cukup lemah untuk kau tahlukkan.

         Hari-hari berikutnya, aku tengah kandas menatap tutur lembut tingkahmu, kesadaran kembali menyapaku, dan aku tahu, kau tak pernah tercipta untukku. Hanya langit ditempatku melukis indah gambarmu lama sekali, sangat lama, dan cukup sakit untuk kumengerti.

         Sepertinya, Aku tak begitu lama lagi menahan amarah dilautan lepas sana, Karna cukup bagiku putih diatas sana ditutup malam, Karna cemburu mu. Jauh sebelum dalam ini kisah, tak ada yang tahu kalau dikau kuraut tajam pada layangan yangkan ku terbangkan jauh, putus pada bianglala diatas sana. Entah berapa nama lagi yang mati untuk mu gadisku, tak seribu, tapi lebih dan satu diantaranya adalah ibu yang ku banggakan,telah lama dindaku !  itu berulang pada tidur ku, menyambung-nyambung tangis dari perihnya pertemuan untuk nya.

         Tak lama selepas bersamaku, kala senyum meyalin pada lilin-lilinku ; padam,hitam dan setegahnya kelam. Jujur ini kali air dimuara ku telah kering dan kaupun hilang di paruh baya ku kelak.
         Ku harap Tuhan mendengar ejaan bathinku yang tengah kelu menenti kehadiran seorang sinta yang tiada binal hatinya, berkecukupan mengecup hidup penuh makna, ku harap. (kuharap itu engkau)

         Setiap kali ku papah biakkan luka yang melahirkan dusta, agar kelak ada yang mengerti, kalau-kalau rasa ku telah mati sesaat menyentuh tangan dibawah tanganmu. Kali berikutnya kau telah jauh, melukiskan tempat di hatiku dan kupupus bayang-bayang mu. Sampai pada waktunya aku menjemput bintang pada satu harapan, kelak ku bangun surga pada mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar